Senin, 16 Juli 2012

26 Mei 2012



Dia disana.
Dia disana. Dia disana, apakah ini mimpi? Jarakku dan dia hanya sekitar lima langkah, kau percaya itu? Aku menelan ludah, lebih karena gugup. Apa benar yang kulihat adalah dia?
Aku melihatnya. Dia disana, berjalan ke arahku. Tapi dia tak memperhatikanku. Dia sedang tertawa, tertawa, kau percaya itu? Entah berapa lama aku sangat berharap bisa melihat senyumnya.
Dan sekarang aku bisa melihatnya. Senyumnya, hal yang aku ingin lihat selama ini. Aku menggigit bibirku. Benarkah itu disana dia?
Dan dia semakin dekat, dekat. Pandanganku mengikuti kemana ia pergi. Lalu dia mendekat, dan dia.....melihatku. Dia melihatku saat aku melihatnya. Kami bertatap-tatapan, kau bisa bayangkan? Sudah lama aku berharap bisa bertatapan dengannya, melihat matanya. Ya, itu mungkin hanya sedetik.... Tapi tatapan itu membuat kupu-kupu muncul dalam perutku.
Dan dia pergi, melewatiku. Bertatap namun tak bicara. Aku yakin dia melihatku.
Aku penasaran. Aku belum puas melihatnya. Tentu saja, aku menunggu berbulan-bulan hanya untuk bertemu dengannya. Dan sekarang, saat waktunya kami bertemu, tidak ada percakapan? Bahkan hanya sekedar sapaan? Aku harus bisa menyapanya.
Akupun mengikutinya.
Dan sekarang jarak kami hanya sekitar 10 langkah. Dia masih berkumpul bersama teman-temannya, begitupun aku. Tapi aku tau dia melihatku. Setiap aku menoleh ke arahnya, aku tau dia sedang memperhatikan aku, lalu kemudian ia membuang muka. Beberapa kali.
Aku ingin datang padanya. Aku ingin tersenyum padanya dan bilang “Hai!”. Aku hanya ingin dia tau aku disini untuk melihatnya. Apakah itu mudah? Tapi kenapa rasanya begitu sulit?
Aku melihatnya. Disana, dia bersama teman-temannya. Cowok dan cewek. Aku menelan ludah. Kadang aku iri pada cewek-cewek yang ada disekitarnya, di setiap hari. Mereka bisa melihatnya, bercanda dengannya, tertawa bersamanya, menatap matanya. Setiap hari, kau percaya?  Sementara aku, hanya bisa menatapnya di foto. Mungkin bagi mereka yang tak punya perasaan apa-apa padanya, itu hal yang benar-benar gak penting. Tapi hal kecil itu adalah keinginan terbesar untukku. Maksudku, apa kau bisa bayangkan? Kau berada disekitar orang yang kau sukai. Melihatnya tersenyum, tertawa bersamanya, menatap matanya? Bukankah itu indah?
Aku menatapnya lagi. Dia terlihat seperti salah tingkah. Aku mengurungkan niatku untuk menyapanya. Aku takut, jika aku menyapanya, hal yang aku harapkan tidak terjadi.
Aku pun pergi dari tempat itu, tapi untuk pergi dari tempat itu, aku harus berjalan melewatinya. Aku mencoba mengendalikan perasaanku. Aku pura-pura tidak melihatnya, meskipun aku tahu dia sudah tahu aku melihatnya.
Aku melewatinya.
Aku terus berjalan, meninggalkannya dibelakang. Lalu aku berfikir, bagaimana kalau setelah ini aku gak bisa melihatnya lagi? Gimana kalau setelah ini aku gak bisa ketemu dia?
Aku menutup mataku. Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah saat aku menoleh kebelakang, dia akan ada disana, menatapku dan tersenyum?
Andai saja.....
Aku menoleh kebelakang. Apa yang kufikirkan? Dia tak mungkin menatapku.


Lalu aku salah.


Mungkin ini akan terdengar klise karena sering ada di film-film, tapi ini benar-benar terjadi. Saat aku menoleh, ke arahnya, dia sedang berdiri disana. Dia menatapku. Menatapku. Dan sinar matahari sore menyorotnya. Aku menggigit bibirku. Aku harus apa?
Aku pun menatapnya untuk beberapa detik. Lalu aku mengucapkan namanya tanpa suara. Aku tersenyum padanya, semanis mungkin kalau bisa, dan melambaikan tanganku.
Apa yang kulakukan? Bagaimana kalau dia tak membalas lambaianku dan malah membuang muka?
Tapi dia, disana, tersenyum.
He has the cutest smile i’ve ever been seen.
Aku tersenyum kecil, lalu berbalik.
Pipiku panas.

Berjam-jam setelah itu, aku sering melihatnya. Tapi aku tak yakin dia melihatku atau tidak, karna dia tidak menyapaku.
Sudah berjam-jam aku berputar-putar untuk mencarinya –untuk sekedar melihatnya, kau tau- tapi dia sama sekali tidak melihatku. Useless, kukira. Maka aku pergi ke depan panggung untuk menonton konser.
Ya, saat itu aku sedang berada di sebuah Pentas Seni di salah satu sekolah.
Lalu kudengar seseorang meneriakkan namaku. Entah karena apa, aku berfikir itu dia. Dia yang memanggilku.
Aku mencari ke sumber suara. Disana ada seorang cowok tinggi, tersenyum ke arahku.
Andai saja itu dia..... tapi bukan.
Dia menanyakan namaku, aku menjawab seadanya. Perasaanku masih campur aduk. Apa yang kufikirkan? Mana mungkin dia menyapaku duluan.
Setelah cowok itu pergi, aku berdiri sambil diam.
Kenapa dia tidak ada? Kenapa dia tidak menyapaku? Kenapa? Aku nggak butuh orang lain. Aku cuma pingin dia. Aku gak mau menarik perhatian cowok lain, aku hanya ingin menarik perhatiannya. Aku tidak peduli kalau ratusan miliar cowok didunia ini tidak suka padaku, yang penting dia menyukaiku.
Aku melirik ke rambutku yang ikal. Aku menggigit bibir. Demi dia, di pagi hari aku mandi dengan bersih lalu mengkeritingkan rambutku. Aku membeli baju baru, khusus untuk bertemu dengannya. Semua ini kulakukan hanya untuknya. Aku tidak perlu pendapat orang lain, aku hanya peduli pada pendapatnya. Aku melakukan semua ini bukan untuk mendapat pujian dari orang lain, aku hanya butuh pujiannya. Aku hanya ingin terlihat cantik didepannya. Itu saja.
Tapi bahkan aku ragu dia memperhatikan itu semua.
Tiba-tiba mataku panas. Air mataku jatuh. Aku sedih, ya, aku sedih. Aku tak tahu kenapa, aku hanya sedih. Aku hanya ingin dia disini, berada disampingku, itu saja...
Aku menghapus airmataku dengan cepat. Aku ingin pulang. Aku berbalik ke belakang, bermaksud ingin keluar dari tempat itu.
Tapi langkahku terhenti. Ada dia disana!
Lalu aku tersenyum. Aku juga bahkan tak mengerti kenapa tadi aku menangis dan sekarang, hanya karna melihatnya, aku tersenyum. Dia bisa membuatku tersenyum begitu mudah. Bahkan hanya dengan memikirkannya, aku tersenyum. Sesederhana itu.
Aku menoleh kearahnya.
Aku tahu ia sadar aku memperhatikannya, tapi dia pura-pura tidak tahu.
Temannya melihatku, dan menyenggolnya. “Tuh dia tuh” kata temannya sambil tersenyum menggoda.
Tapi dia, disana, hanya menunduk.
Aku menelan ludah. Apa dia benar-benar tidak mau berbicara padaku? Bahkan setelah selama ini, kita menunggu waktu untuk bertemu?
Atau hanya aku saja yang menunggu waktu ini?
Aku berbalik.
“Ya, semuanya, Glenn Fredly lagi prepare dibelakang panggung. Mohon ditunggu!” MC diatas panggung berteriak dengan semangat.
Aku tersenyum. Asik, Glenn, batinku.
Hari semakin gelap, dan Glenn keluar membawakan bermacam-macam lagu. Dari lagu senang sampai sedih. Tapi semua lagu itu selalu mengingatkanku tentangnya..... Beberapa menit sekali, aku menoleh ke belakang. Ya, dia berdiri tak jauh dari tempatku. Di belakangku. Namun hal tersedih adalah, saat aku menoleh padanya, dia tak menoleh kepadaku. Maksudku, saat orang melihatmu, itu menunjukkan dia sedang memikirkanmu, bukan? Dan dia tak melihatku, aku pikir dia tidak ingat padaku. Mungkin itu hal biasa, tapi sedih untukku, karena kau tau? Bahkan disaat seperti ini, ditengah keramaian dan kesibukan, otakku selalu ingin meluangkan waktu untuk mengingatnya.
Glenn membawakan lagu terakhir, Kasih Putih. Saat itu semua lampu dimatikan, dan Glenn meminta kami, para penonton untuk menyalakan lilin dari korek atau senter hp. Romantis banget.
Kalau aja dia nontonnya bareng aku. Bareng. Maksudku, dia memang berdiri tak jauh dari tempatku, tapi kita gak bicara. Kita gak bareng. Dia gak sengaja nonton ini bareng aku. Kadang itu lebih sedih daripada gak ketemu. Iyagaksih? Kau melihatnya, dia melihatmu. Tapi dia nggak bicara padamu. Seolah-olah dia gak punya kesan. Seolah-olah dia pikir kita bukan orang yang spesial untuk diajak bicara.
Dan Glenn selesai membawakan lagu terakhirnya. Dan apa? DUARRRR! Kembang api dinyalakan. Aku tersenyum kecil. Orang-orang disekitarku tertawa. Tertawa bersama temannya, tertawa bersama pacarnya. Aku melihatnya, dia, disana tersenyum. Aku menatap kembang api. Kita, aku dan dia, “melihat kembang api yang sama” bukan “melihat kembang api itu bersama-sama.”
“Terimakasih yang sudah datang! Sampai jumpa tahun depan” teriak MC. Semua pengunjung berbondong-bondong menuju pintu EXIT untuk keluar.  Karena tadi aku berada didepannya, sekarang aku berjalan tepat dibelakangnya. Dan karna begitu banyak pengunjung yang mau keluar, jalanan macet dan harus antri.
Dan aku diam berdiri dibelakangnya. Tepat dibelakangnya.
Aku menatap punggungnya yang bidang.
Aku menelan ludah. Bagaimana bisa aku sedekat ini dengannya, dan kita tak bicara.
Rasanya sekarang aku ingin meraih tangannya, lalu menggandengnya. Lalu dia menyambut dan tersenyum padaku. Lalu dia mengantarku ke rumah, dan sebelum aku masuk rumah, dia tanya “Mau gak jadi pacar aku?” Aku bilang iya. Dia pun bilang “Jangan tidur sebelum aku chat” Lalu aku nungguin chatnya, nahan ngantuk. Lalu kemudian di statusnya ada nama aku, dan distatus aku ada namanya. Lalu setiap pagi dia bilang Goodmorning, lalu malemnya ngucapin Goodnight. Lalu main bareng, nonton film, fotobox, pegangan tangan.... Lalu setelah itu anniv, sebulan, kita rayain bareng. Dua bulan, tiga bulan.....
Apa aku berharap terlalu banyak?

Tanpa kusangka, temanku menyapanya. “Hai. Liat dibelakang kamu siapa”
Dan dia menoleh.
Ke arahku.
“Eeeeh...” dia tersenyum melihatku.
Ada kupu-kupu diperutku. Bukan. Bukan kupu-kupu saja..... Ada singa, gajah, seluruh penghuni kebun binatang ada diperutku.
“Sama siapa kesini?”
“Sama ini....temen”
“Berapa orang?”
“Eh...Tujuh”
“Oh, abis ini mau kemana?”
“Pulang”
“Sama siapa?”
“Dijemputkok”
“Pakai apa?”
“Mobil”
“Oh.....”


Antrian maju. Dia menoleh kedepan, berjalan begitu cepat, tanpa berkata apa-apa, sampai aku tak bisa menyusulnya..........Dan dia menghilang. 

Apa aku berharap terlalu banyak?

Ya, karna semua itu gak akan mungkin.